" STOP ILEGAL LOGGING, REMEMBER GLOBAL WARMING "




Senin, Maret 16, 2009

...About GAHARU...



PEPATAH tua "sudah gaharu, cendana pula" bisa dipastikan menunjukkan betapa dikenalnya kedua jenis tanaman tersebut. Namun, selama ini yang dikenal dengan baik sebagai tanaman yang bernilai tinggi hanyalah kayu cendana. Sedang tanaman gaharu tidak banyak yang tahu kegunaannya, apalagi jika tanaman itu tumbuh sehat tanpa cacat, yang berarti nyaris tak punya nilai ekonomi.
Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa species gaharu komersial dari marga Aquilaria seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filaria dan lain-lain. Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan species-species gaharu menjadi langka. Sehingga pada tahun 1995 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan A. malaccensis, penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar appendix II. Sejak saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun. Namun sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh dibawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Apendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Karena kekhawatiran akan punahnya species gaharu di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan telah menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun.
Untuk memenuhi permintaan ekspor, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi gaharu secara lestari. Hal ini dapat dicapai melalui upaya konservasi, pembangunan hutan industri gaharu yang didukung dengan tersedianya bibit unggul, serta teknologi bioproses gaharu yang efektif. Selain untuk mempertahankan kelestarian gaharu, konservasi plasma nuftah gaharu baik secara in situ maupun ex situ juga akan memberikan peluang dihasilkannya bibit unggul. Penemuan bibit unggul yang memiliki sifat potensial dalam menghasilkan gaharu dapat dilakukan melalui metode seleksi, baik seleksi in planta (pada pohon) maupun in vitro (di laboratorium).
Hingga seperempat abad lalu, gaharu (Aquilaria spp) yang banyak dijumpai di hutan Indonesia itu, tumbuh nyaris tanpa gangguan. Dalam proses pertumbuhannya, alam membuatnya tidak tumbuh normal, dalam arti, gangguan alam menyebabkan gaharu terinfeksi penyakit yang kemudian diketahui menghasilkan gubal gaharu. Gubal gaharu yang mengandung damar wangi (Aromatic resin) untuk bahan baku beraneka jenis wewangian inilah yang kemudian mendorong perburuan gaharu.
Sejak tahun 1970-an, perburuan gaharu mulai dilakukan besar-besaran karena nilai ekspor gubal yang tinggi. Lalu, dalam waktu 10-15 tahun setelah itu, tanaman gaharu di Indonesia mulai terancam punah, terutama karena belum dikenalnya teknologi budidaya gaharu dan teknologi memproduksi gubal. Apalagi meluasnya perburuan kayu gaharu dilakukan dengan penebangan yang sia-sia. Artinya, banyak pohon gaharu yang tidak mengandung gubal ditebang dan mati.
Gubal gaharu, merupakan bagian kayu gaharu yang mengandung aromatik resin (resin wangi). Zat-zat pada aromatik resin ini terbukti selain memiliki aroma pengharum, juga memiliki manfaat/khasiat sebagai anti asmatik, anti mikrobia, stimulan kerja syaraf dan pencernaan, zat aphriodisic (perangsang sex), anodyne (penghilang rasa sakit), anti kanker, diare, dan obat tumor paru-paru. Daun dan kulit batang gaharu mempunyai fungsi sebagai obat anti malaria, sedangkan sifat fisik kulit batang gaharu yang alot, sehingga sejak lama digunakan sebagai bahan baku tali-temali, merupakan bahan baku potensial bagi pembuatan aneka kerajinan tangan bernilai ekonomis tinggi.
Budi daya tanaman gaharu sudah mulai dilakukan di beberapa tempat, dan menunjukkan prospek yang sangat baik. Pengelolaan tanamannya tidak berbeda dengan tanaman lainnya. Perawatan yang intensif dapat memacu pertumbuhan sehingga seperti di Vietnam sudah bisa dilakukan inokulasi pada tanaman usia 4 (empat) tahun.
Pada panduan pengelolaan tanaman gaharu, biasanya tanaman sudah siap untuk diinokuladi pada usia 6 tahun. Akan tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan usia untuk dapat menghasilkan gaharu. Hal tersebut sangat tergantung dengan diameter tanaman. Sehingga pembuatan lubang inokulasi sejauh lebih kurang 1/3 diamter pohon secara spiral dan vertical dengan spasi yang bervariasi tidak menyebabkan pohon rentan patah.
Perawatan tanaman dengan pemupukan bahan organik sangat disarankan. Sehingga pertumbuhan pohon bisa optimal dan menghasilkan performa batang yang baik. Pemangkasan cabang harus dilakukan untuk memacu pertumbuhan vertikal pohon sehingga diameter pohon dapat berkembang sesuai yang diharapkan dan menghasilkan jaringan batang yang siap untuk dilakukan inokulasi.
Pembuatan jarak tanam pada saat penanaman sangat bervariasi sesuai dengan pola yang akan dikembangkan. Jarak tanam yang cukup rapat seperti 3×1 m cukup ideal untuk membuat kualitas tegakan vertikal. Pelebaran jarak tanam dapat dikompensasi dengan perawatan tanaman yang lebih intensif. Jarak yang cukup lebar seperti 6 x 2 m atau 3 x 3 m memberikan kesempatan untuk mengkombinasi dengan tanaman pertanian sebelum terjadi penutupan tajuk. Beberapa teknis yang dikenalkan bisa dengan monokultur atau dicampur dengan pohon pelindung.
Banyak pihak pada saat ini terlibat secara intensif untuk menemukan metoda baru dalam menyelamatkan masa depan gaharu, seperti Prof. Blanchette dari Minnesota University (USA)Ibu Tri dari UNRAM, Ibu Gayuh dari IPB, pak Joner dari Biotrop, pak Herdi dari Litbang Kehutanan Bogor dan lain-lain.
Semua berharap bahwa gaharu dapat diselamatkan dengan salah satu cara menemukan metoda yang tepat dalam mempercepat produksi. Dengan demikian masa depan gaharu akan menjadi lebih terperhatikan dan diharapkan dapat diselamatkan, karena juga berarti akan menyelamatkan masa depan kawan-kawan kita yang tinggal di sekitar hutan dan mempunyai ketergantungan ekonomi dengan gaharu.

Sabtu, Maret 14, 2009

Banjir...Apakah Sebab dari Hutan gundul???

Fotline.ws
Add this effect to your own photos


Telah menjadi pandangan umum saat ini, bahwa Perhutanilah yang bertanggung jawab atas kerusakan hutan yang terjadi di Jawa, entah itu hutan negara yang dikelola Perhutani atau bukan. Akibatnya Perhutani menjadi kambing hitam atas bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi. Sementara hutan yang semakin rusak masih diperebutkan oleh berbagai pihak dengan kepentingan masing-masing yang berakibat terjadinya polemik kontraproduktif yang berkepanjangan. Bahkan hal tersebut telah mengakibatkan terpecah belahnya suara masyarakat atau LSM yang berdiri mendukung pihak-pihak tersebut dengan bermodal kepentingannya sendiri.
Dalam paparan secara umum mengenai hutan dalam kaitannya dengan bencana tersebut, isu banjir dan tanah longsor yang terjadi memang dipengaruhi secara sangat signifikan oleh keberadaan hutan. Hal yang perlu dipisahkan adalah bencana banjir yang terjadi jauh dari hutan dan bencana tanah longsor yang biasanya terjadi di kawasan hutan.
Pada dasarnya banjir merupakan fenomena hidrologi yang timbul dalam bentuk debit air aliran sungai yang melimpah. Pada kejadian banjir, pengaruh hutan dinyatakan sudah tidak signifikan lagi karena hutan mempunyai ambang batas tertentu dalam pengaruhnya terhadap banjir. Banjir sendiri sebetulnya terkait dengan tingginya curah hujan, kemampuan tanah menyimpan air dan kondisi lingkungan sepanjang sungai.
Fakta membuktikan bahwa banjir dapat saja terjadi di daerah dengan hinterland hutan yang lebat maupun yang gundul. Contoh di Jepang meskipun hutan masih lebat dengan pepohonannya, namun banjir tetap saja terjadi. Penelitian Chay Asdak tahun 1993 s.d. 1995 di Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa bentuk rumah panggung masyarakat Dayak Mentaya adalah sebagai bentuk adaptasi terhadap binatang buas dan banjir yang sering terjadi. Bentuk adaptasi tersebut telah dilakukan sebelum tahun 1970 ketika HPH belum masuk ke Kalimantan yang menunjukkan bahwa dalam kondisi hutan belum terganggu sekalipun, banjir sebagai bentuk curah hujan yang sangat melimpah (rainfall extreme) dapat saja terjadi.
Akibat yang ditimbulkan oleh kemelimpahan hujan relatif berbeda untuk masing-masing lokasi dengan kondisi tanah yang berbeda. Sebagai misal curah hujan 50mm/jam dapat dikatakan ekstrim dan mengakibatkan banjir di daerah dengan kondisi tanah yang dangkal karena serapannya terhadap air juga rendah. Namun berbeda dengan daerah dengan kondisi tanah yang tebal dengan serapan terhadap air yang besar pula.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa selama ini orang tidak mempelajari tanahnya sendiri, namun hanya melihat kondisi kerapatan hutannya saja karena dianggap berkaitan erat dengan banjir. Sedangkan penelitian menunjukkan bahwa banyaknya air hujan yang bisa tersimpan dalam tanah bergantung pada jenis tanahnya. Secara strukturnya, ada golongan tanah yang relatif spesifik sehingga kedap terhadap air, namun ada juga tanah dengan permeabilitas (daya serap) yang tinggi. Hal ini menjelaskan banjir-banjir besar yang terjadi di Kalimantan tahun 1970 dan di Bandung tahun 1980. Pertama, curah hujannya besar. Kedua, kemampuan tanahnya terbatas. Dalam istilah teknis hidrologi, ada yang disebut kondisi kelembaban awal tanah. Pada tingkat tertentu ketika kelembaban tanah sudah terlampaui, maka berapapun air yang jatuh di daerah tersebut baik ada atau tidak ada hutan akan melimpah ke sungai dan menjadi banjir.
Anggapan umum yang berpandangan secara sederhana, banjir terjadi akibat hutan yang gundul. Memang di satu pihak kepercayaan publik (public belief) mungkin saja akan bertentangan dengan pemahaman akademik (scientific understanding). Gap yang seringkali timbul karena apa yang dipercaya masyarakat kadang tidak benar dalam ukuran ilmiah. Dalam hal ini, maka para akademisi dituntut untuk berperan aktif dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat.
Pada kasus Jawa Barat (di Purworejo kasus Ichsan dari LSM FKHPPLH), tanaman Pinus dianggap tidak tepat ditanam di sekitar mataair karena dipercayai mengurangi debit mataair sehingga sungai makin kering. Ini bertentangan dengan hasil penelitian, bahwa dengan curah hujan yang relatif tinggi (diatas 2.000 mm/tahun) maka keseimbangan air sebetulnya tidak akan terganggu karena penguapan pinus kurang dari 1.000 mm/tahun. Namun bagi daerah kering seperti Nusa Tenggara misalnya, maka tanaman Pinus jelas akan menyebabkan berkurangnya cadangan air, tapi tidak bagi Jawa Barat atau daerah-daerah lain dengan curah hujan tinggi. Hanya saja, realita memang membuktikan bahwa run off (aliran permukaan) di hutan pinus lebih besar dibanding hutan jati dan lainnya.
Dengan demikian jika ditinjau sejauh mana fungsi hutan dalam mencegah bencana banjir adalah bahwa hutan berfungsi mengurangi kelembaban tanah dengan penguapannya khususnya dalam kondisi curah hujan normal dan jenis tanah yang punya daya serap air tinggi. Jadi ketika hujan turun, air yang jatuh dapat terserap dengan baik dan tersimpan aman dalam tanah.
Sedangkan kasus banjir di Jakarta merupakan fenomena yang perlu ditinjau dengan hati-hati karena penyebab yang kompleks. Di Jakarta ada faktor yang dikenal dengan faktor antara. Perubahan lahan yang terjadi di daerah antara, yaitu daerah antara kawasan hulu daerah aliran sungai yang biasanya berupa hutan dengan daerah kawasan hilir yang biasanya terjadi banjir, dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek konservasi. Pada daerah tersebut biasanya dilakukan pertanian secara intensif tanpa memperhatikan aspek konservasi maupun perubahan lahan pertanian menjadi bangunan. Akibat alih fungsi tersebut adalah meningkatnya koefisien aliran air karena air hujan tidak dapat terserap dengan sempurna ke dalam tanah, namun secara cepat dalam volume yang besar langsung mengalir dalam sistem sungai karena tidak lagi mampu terserap dan tertampung dalam tanah.
Untuk kasus longsor, pengaruh keberadaan hutan memang sangat signifikan. Artinya keberadaan hutan sangat penting dalam mencegah longsor. Pengaruh hutan dalam mudah-tidaknya terjadi longsor ada dua hal. Pertama, melalui penguapan air oleh hutan. Fakta membuktikan bahwa tanah longsor terjadi pada tanah miring dan hujan, karena terjadi akumulasi air di dalam tanah sehingga daya beratnya bertambah. Dalam hal ini hutan berpengaruh mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan. Kedua, perakarannya mampu menahan tanah pada tempatnya. Ketika tanaman hutan diganti dengan tanaman pertanian, maka tanah di daerah tersebut menjadi rentan terhadap longsor.
Kasus di Jawa Barat yang berencana menjadikan 45% wilayahnya menjadi kawasan lindung adalah kurang tepat. Bagaimanapun penentuan angka tersebut belum melalui proses yang jelas. Hal yang perlu dilakukan adalah pemetaan seluruh wilayah untuk menetapkan angka luasan tersebut. Sehingga dapat diketahui daerah-daerah dengan permeabilitas tinggi yang nantinya akan dijadikan kawasan jebakan air (recharge area) dan mana yang tidak. Dari sini dapat dilakukan penentuan kawasan lindung atau hutan lindung, sedangkan sisanya dapat digunakan untuk fungsi lain.
Pada era otonomi, proses tersebut seharusnya dilakukan dari bawah (bottom up), jadi bukan sekedar angka yang muncul, namun proses penentuannya menjadi hal yang penting.
Dengan demikian, usulan penghapusan hutan produksi adalah tidak tepat, karena kita harus tetap berpandangan realistis bahwa kebutuhan akan kayu terus meningkat dan sangat banyak orang yang bergantung hidupnya dengan kayu.
Perhutani sebagai pengelola hutan di Jawa, ke depan dituntut untuk mengubah pola pengelolaan hutannya dari timber management menjadi ecosystem management dengan produksi non kayu. Dengan pola ini, maka yang dijual bukan lagi kayu namun manfaat hutan lainnya. Selain itu akses masyarakat yang terpinggirkan akan menjadi lebih besar. Untuk itu perlu masa transisi karena produk yang intangible (non kayu) pasarnya belum tersedia. Sebagai contoh adalah air kemasan dimana pungutannya berupa retribusi dan pajak penjualannya saja, sedangkan air sebagai raw materialnya sendiri belum dihargai. Dari sini sebetulnya dapat dipungut pajak lingkungan yang dapat digunakan untuk menghijaukan kawasan hulu.
Dalam konteks emission trade (perdagangan karbon) dalam Kyoto Protocol, kita sebetulnya dapat memperoleh uang dengan tidak menebang hutan namun mempertahankan hutan apa adanya. Namun negara-negara industri maju seperti Amerika dan negara-negara lainnya belum menandatanganinya sehingga pasarnya belum tercipta. Jika sudah, maka Indonesia akan memperoleh uang sebagai kontribusi dari industri penyumbang pencemaran karbon. Karena pasar yang belum siap, maka hutan produksi masih harus terus dipertahankan.
Mengenai pengelola hutan, maka hal yang saat ini harus terus dibenahi adalah mengacu hasil kesepakatan di Rio de Jaeniro dan dikukuhkan kembali di Johannesburg, bahwa salah satu klausulnya menyebutkan pengelolaan sumberdaya itu dapat berkelanjutan bila ada sinergisme antara state (negara), private (masyarakat swasta) dan civil society (masyarakat). Dalam konteks pengelolaan hutan di Jawa maka state dapat diartikan sebagai pemerintah propinsi atau kabupaten melalui dinas kehutanannya, private-nya Perhutani dan civil society adalah masyarakat lokal. Dengan demikian ketiganya tidak boleh saling meniadakan karena sudah ada fungsinya masing-masing. Pemerintah memberi regulasi, private mengelola dari segi bisnisnya dan masyarakat tentu saja harus terlibat secara aktif. Ketiganya harus bersinergi mengelola hutan agar memberikan manfaat yang optimal. Sejarah membuktikan bahwa jika salah satu komponen tersebut bermain sendiri, maka kerusakan hutan akan terjadi. Selain karena pengelolanya selalu diposisikan dalam persepsi pemerintah.
Kembali ke masalah pengelolaan hutan memang masalah antargenerasi sehingga tidak boleh diselesaikan secara emosional, karena jika emosional atau concern yang terlalu berlebihan, maka akibatnya akan ditanggung oleh generasi berikutnya.
Oleh karena itu, semua elemen harus bersinergi dalam mengelola hutan sehingga akan memberikan jaminan dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan.(Created by.PAT0R4J1)

Rabu, Maret 11, 2009

AD / ART SEKAR PERHUTANI

Fotline.ws
Add this effect to your own photos


ANGGARAN DASAR

PEMBUKAAN
Bahwa untuk mewujudkan Tujuan Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 maka seluruh warga Negara Indonesia wajib berperan secara aktif melaksanakan pembangunan secara terencana dan bertahap dalam bidang kegiatannya masing-masing.

Bahwa seluruh KARYAWAN Perum Perhutani merupakan bagian yang tidak terpisahkan sebagai Warga Negara Indonesia, ikut mewujudkan tujuan nasional tersebut melalui Perum Perhutani sesuai dengan kemampuan teknis dan profesionalisme yang dimilikinya.

Bahwa tekad tersebut dapat terwujud jika karyawan tersebut menggalang diri dalam suatu kesatuan dan persatuan berbentuk Serikat Karyawan dan bahu membahu dengan Manajemen Perum Perhutani dalam suatu sinergi.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, karyawan Perum Perhutani bersepakat untuk berhimpun dalam suatu wadah Serikat Karyawan Perhutani.

BAB I

DASAR HUKUM PEMBENTUKAN

Pasal 1

Pembentukan SEKAR PERHUTANI di lingkungan Perum Perhutani berdasarkan pada :

1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 dan amandemennya.
2. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM
3. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Karyawan / Serikat Buruh.
4. Undang-undang No. 13 tahun 2003 ten tang ketenagakerjaan
5. Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN
6. Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003 tentang Perum Perhutani

BAB II

NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 2

Organisasi ini bernama Serikat Karyawan Perum Perhutani disingkat SEKAR PERHUTANI dan selanjutnya disebut demikian dalam Anggaran Dasar.

Pasal 3

SEKAR PERHUTANI didirikan tanggal sebelas Januari tahun Dua Ribu Lima (11-01-2005) dan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Pasal 4

SEKAR PERHUTANI berkedudukan di Jakarta.

BAB III

AZAS, SIFAT DAN TUJUAN

Pasal 5

(1) SEKAR PERHUTANI berazaskan Pancasila.
(2) SEKAR PERHUTANI mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
(3) SEKAR PERHUTANI bertujuan :
-->Bersama dengan manajemen mewujudkan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura secara Lestari
-->Mempertahankan Keberadaan Perum Perhutani dalam waktu yang tidak terbatas.
-->Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan memperjuangkan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja.
(4) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) SEKAR PERHUTANI mempunyai fungsi :
-->Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerjasama dan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
-->Sebagai wakil pekerja dalam lembaga kerjasama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
-->Sebagai sarana menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sosial sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
-->Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan Keberadaan eksistensi Perum Perhutani.
-->Sebagai wadah penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.

BAB IV

KEANGGOTAAN

Pasal 6

ANGGOTA

Anggota SEKAR PERHUTANI adalah karyawan dan pekerja PKWT yang mendaftarkan diri menjadi anggota SEKAR PERHUTANI

Pasal 7

Tata Cara Menjadi Anggota

Permintaan menjadi anggota diajukan oleh karyawan pada pengurus DPD SEKAR PERHUTANI.

BAB V

ORGANISASI DAN PENGURUS

Pasal 8

-->SEKAR PERHUTANI diurus oleh Dewan Pengurus Pusat SEKAR PERHUTANI yang dipilih dan ditetapkan melalui Musyawarah Besar (MUBES) SERIKAT KARYAWAN.
-->Jumlah personil dan Jabatan dalam kepengurusan SERIKAT KARYAWAN akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
-->“Organisasi SEKAR PERHUTANI terdiri dari : Majelis Pembina Organisasi (MPO), Dewan Pengurus Pusat (DPP), Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) dan bila dipandang perlu dapat dibentuk Dewan Pengurus Cabang (DPC)”

Pasal 9
Anggota Pengurus

Yang berhak menjadi anggota kepengurusan SEKAR PERHUTANI disesuaikan dengan hasil PKB.
-->Syarat-syarat menjadi pengurus :
-->Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani.
-->Anggota SEKAR PERHUTANI, setia kepada organisasi dan memahami AD/ART SEKAR PERHUTANI.
-->Mempunyai kemampuan manajemen dan berorganisasi.
-->Mempunyai kemampuan negoisasi dan komunikasi.
-->Mempunyai waktu untuk kegiatan organisasi.
-->Tidak ada pamrih jabatan structural atas kepengurusannya di Serikat Karyawan

3. Yang tidak berhak menjadi anggota kepengurusan SEKAR PERHUTANI adalah karyawan yang menduduki jabatan tertentu dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak manajemen dan karyawan.

Pasal 10
Pemilihan Pengurus

Pemilihan pengurus SEKAR PERHUTANI dilakukan secara demokratis, langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER), untuk masa jabatan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART).
Peserta yang mempunyai hak suara adalah anggota utusan DPP, DPW dan DPD yang hadir dan tercatat di Mubes
Mekanisme penggunaan hak suara diatur dalam ART.

Pasal 11

Penggantian Antar Waktu

Bilamana seseorang anggota pengurus mengundurkan diri atau karena sebab lain dan masa baktinya belum selesai, maka Penggantian Antar Waktu (PAW) dilakukan melalui mekanisme rapat pengurus lengkap.

BAB VI

KEUANGAN

Pasal 12

Sumber Keuangan
Sumber keuangan SEKAR PERHUTANI berasal dari :

-->Iuran anggota;
-->Hasil usaha yang sah;
-->Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

BAB VII

PENYELESAIAN PENYELISIHAN

Pasal 13

Setiap perselisihan diselesaikan secara musyawarah oleh Serikat Karyawan. Dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan, diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

MUSYAWARAH ORGANISASI

Pasal 14

Musyawarah SEKAR PERHUTANI terdiri dari

a. Musyawarah Besar (MUBES)
b. Musyawarah Wilayah (MUSWIL)
c. Musyawarah Daerah (MUSDA)
d. Musyawarah Luar Biasa (MUSLUB)

(2) MUBES adalah merupakan lembaga tertinggi dalam organisasi ini yang diselenggarakan setiap 2 tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dengan maksud :

Pengesahan pertanggungjawaban Pengurus DPP.
-->Menetapkan program kerja untuk satu masa jabatan kepengurusannya.
-->Memilih kepengurusan SEKAR PERHUTANI untuk periode berikutnya.
-->Meninjau kembali Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta semua peraturan organisasi.
-->Hal-hal lain yang dipandang penting dan perlu.
(3) MUSWIL dan MUSDA diatur lebih lanjut dalam ART.

BAB IX

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 15

Semua peraturan tentang hal-hal yang belum cukup atau belum diatur dalam Anggaran Dasar ditetapkan di dalam Anggaran Rumah Tangga.
Anggaran Rumah Tangga tersebut tidak boleh memuat ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar.

BAB X
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 16

Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Besar (MUBES), dimana MUBES harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (DUA PER TIGA) perwakilan DPW dan DPD.

Pasal 17

Ketentuan Pasal 5 dalam Anggaran Dasar ini mengenai tujuan SEKAR PERHUTANI tidak boleh dirubah kecuali mengenai susunan kata-katanya atau perluasan maksud dan tujuan yang tidak bertentangan dengan maksud semula.

BAB XI

PEMBUBARAN

Pasal 18

(1) Pembubaran SEKAR PERHUTANI dapat dilakukan dengan MUBES.
(2) SEKAR PERHUTANI hanya dapat dibubarkan apabila :
-->Perum Perhutani bubar atau menghentikan kegiatan selama-lamanya yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh karyawan.
-->Dinyatakan oleh putusan pengadilan.
-->Dinyatakan oleh anggota melalui MUSLUB.
(3) Apabila SEKAR PERHUTANI ini dibubarkan, maka setelah semua hutang organisasi diselesaikan, sisa kekayaan tersebut diberikan kepada lembaga lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama yang ditunjuk melalui MUBES.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Hal-hal yang tidak dan atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini, akan diatur kemudian dalam bentuk peraturan organisasi.

ANGGARAN RUMAH TANGGA


BAB I

NAMA, WAKTU, TEMPAT DAN LAMBANG

Pasal 1

Nama dan Waktu

1. Lembaga ini bernama “SERIKAT KARYAWAN PERUM PERHUTANI” disingkat “SEKAR PERHUTANI”.
2. Lembaga ini didirikan tanggal 11 Januari 2005 (11-01-2005) untuk waktu yang tidak ditetapkan.

Pasal 2

Kedudukan dan Wilayah Kerja

1. SEKAR PERHUTANI berkedudukan di Jakarta dan berkantor serta beralamat untuk pertama kalinya di Kantor Direksi Perum Perhutani, Gd. Manggala Wanabakti Jl. Gatot Subroto – Senayan Jakarta.
2. Wilayah kerja SEKAR PERHUTANI meliputi Wilayah Kerja Perum Perhutani.

Pasal 3

Lambang, Panji dan Mars

1. Bentuk lambang SEKAR PERHUTANI adalah pohon dan manusia berdampingan diapit oleh padi dan kapas, di bagian bawah terdapat pita dengan tulisan SEKAR PERHUTANI didalamnya.
2. Arti lambang :

1. Pohon : Melambangkan sumberdaya alam termasuk hutan.
2. Manusia : Pemimpin di muka bumi.
3. Padi kapas : Menunjukkan arah tujuan yaitu kesejahteraan.
4. Pita: Merupakan symbol persatuan dan kesatuan dalam mempertahankan keberadaan Perum Perhutani.

3. Panji SEKAR PERHUTANI ditentukan :

1. Perbandingan panjang dan lebar 2 : 1
2. Warna dasar putih
3. Pada bagian sisi lebar luar diberi rumbai warna kuning
4. Posisi lambang tepat di tengah dengan jarak dengan sisi panjang maksimal 15 cm.

4. Mars SEKAR PERHUTANI adalah lagu resmi SEKAR PERHUTANI.

BAB II

AZAS

Pasal 4

SEKAR PERHUTANI berazaskan Pancasila.

BAB III

SIFAT DAN TUJUAN

Pasal 5

1. SEKAR PERHUTANI mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab.
2. SEKAR PERHUTANI bertujuan :

1. Bersama dengan manajemen mewujudkan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura secara Lestari
2. Mempertahankan Keberadaan Perum Perhutani dalam waktu yang tidak terbatas.
3. Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan memperjuangkan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja.

3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SEKAR PERHUTANI mempunyai fungsi :

1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerjasama dan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
2. Sebagai wakil pekerja dalam lembaga kerjasama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggungjawab pemogokan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6

Kegiatan

Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal 5, SEKAR PERHUTANI mempunyai tugas :

1. Mengadakan perjanjian kerjasama dan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
2. Mewakili pekerja dalam lembaga kerjasama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
3. Menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Menyalurkan aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
5. Merencanakan, melaksanakan dan penanggungjawab pemogokan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

Sumber Keuangan

Kegiatan yang dilakukan oleh SEKAR PERHUTANI, dibiayai oleh :

1. Iuran anggota Rp. 2.000,-/orang, dengan distribusi 50% DPD, 30% DPW dan 20% DPP.
2. DPD dapat menetapkan sendiri tambahan iuran anggota.
3. Sumbangan dan atau bantuan donatur, simpatisan dan lembaga lain yang tidak mengikat.
4. Hasil usaha lain yang saha.

BAB IV

KEANGGOTAAN

Pasal 8

Anggota

(1)

Anggota SEKAR PERHUTANI adalah :

1. a. Anggota Biasa
2. b. Anggota Kehormatan

(2) Anggota Biasa adalah setiap karyawan Perum Perhutani dan pekerja PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu) yang mendaftarkan diri sebagai anggota SEKAR PERHUTANI..

(3) Anggota Kehormatan adalah mantan karyawan Perum Perhutani dan mereka yang bukan karyawan Perum Perhutani tetapi dipandang berjasa bagi SEKAR PERHUTANI.

Pasal 9

Tata Cara Menjadi Anggota

1. Permintaan menjadi anggota diajukan kepada Pengurus Daerah (DPD) SEKAR PERHUTANI melalui pengisian formulir dan memenuhi ketentuan organisasi.
2. Anggota Kehormatan ditetapkan oleh DPP atas usulan DPD/DPW.
3. Anggota Biasa diberikan kartu tanda anggota yang ditetapkan pengurus DPD.

BAB V

ORGANISASI DAN PENGURUS

Pasal 10

Anggota Pengurus

1. Anggota MPO terdiri dari SEKAR PERHUTANI senior yang jumlahnya disesuaikan dan ditunjuk oleh DPP
2. Anggota Dewan Pengurus Pusat (DPP) terdiri dari :

1. Satu orang ketua umum dan didampingi oleh Ketua I dan Ketua II.
2. Satu orang Sekretaris Jenderal dan didampingi Sekretaris I dan II.
3. Dua orang Bendahara.
4. Pengurus Bidang yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Anggota DPW terdiri dari :

1. Satu orang Ketua didampingi satu orang wakil ketua.
2. Satu orang Sekretaris didampingi satu orang wakil sekretaris.
3. Satu orang Bendahara didampingi satu orang wakil bendahara.
4. Pengurus Bidang yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Anggota DPD terdiri dari :

1. Satu orang Ketua didampingi satu orang wakil ketua.
2. Satu orang Sekretaris didampingi satu orang wakil sekretaris.
3. Satu orang Bendahara didampingi satu orang wakil bendahara.
4. Pengurus Bidang yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 11

Pemilihan Pengurus

1. Pengurus MPO dan DPP ditetapkan dalam MUBES.
2. Pengurus Wilayah dipilih dan ditetapkabn dalam MUSWIL.
3. Pengurus Daerah dipilih dan ditetapkabn dalam MUSDA.
4. Mekanisme pemilihan pengurus akan diatur dalam masing-masing musyawarah.
5. Dalam kepengurusan tidak diperkenankan adanya rangkap jabatan.

Pasal 12

Pengukuhan dan Sahnya Pengurus

1. Pengurus yang sudah dipilih sebagaimana ketentuan pasal (11) di atas adalah dinyatakan sudah mendapat pengakuan dan sah menurut organisasi.
2. Pembentukan pengurus harus dilengkapi dengan surat keputusan musyawarah dan dilantik dihadapan peserta musyawarah.

BAB VI

RAPAT ORGANISASI

Pasal 13

Rapat Kerja

Rapat kerja adalah sidang-sidang antar waktu yang diselenggarakan sekurang-kurangnya tiap 1 (satu) tahun sekali oleh pengurus SEKAR PERHUTANI, terdiri dari :

1. Rapat Kerja SEKAR PERHUTANI yang dihadiri oleh pengurus dan perwakilan anggota.
2. Fungsi rapat kerja adalah :

1. a. Meningkatkan pembinaan kehidupan organisasi.
2. b. Evaluasi program-program dan perjuangan organisasi.
3. c. Menanggapi dan menilai berbagai masalah ketenagakerjaan dan sosial yang timbul.

Pasal 14

Rapat Pengurus

Rapat Pengurus adalah rapat yang dilaksanakan masing-masing pengurus dalam menjalankan fungsi organisasi, sekurang-kurangnya 2 (jali) dalam setahun.

Pasal 15

Sahnya Rapat Organisasi

1. Sahnya Rapat Kerja dan Rapat Pengurus Organisasi sah apabila dijalankan bilamana :

1. Dihadiri oleh sedikitnya 50% ditambah 1 dari jumlah anggota yang semestinya hadir menjadi peserta/pengurus di dalam organisasi.
2. Dalam sidang-sidang pengambilan keputusan sedikitnya dihadiri oleh 50% ditambah 1 (satu)

2. dalam hal kebijakan yang strategis harus melakukan musyawarah bersama dengan perwakilan pengurus DPW

dan MPO.

BAB VII

HAK SUARA

Pasal 16

Pemungutan Suara

1. Pengambilan keputusan dalam sidang-sidang organisasi agar diupayakan dengan msuyawarah untuk mufakat, namun demikian bilamana cara ini tidak mencapai hasil, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara.
2. Mekanisme dan jumlah hak suara diatur dalam tata tertib musyawarah.

Pasal 17

Fungsi dan Tata Kerja Pengurus

1. Ketua, Sekretaris, Bendahara adalah jabatan yang menjalankan fungsi pengurus sehari-hari secara individu maupun kolektif.
2. Fungsi pengurus adalah pengembang visi, misi dan tugas-tugas organisasi.

Pasal 18

Wewenang Rapat Pengurus

1. Rapat pengurus dipimpin oleh Ketua.
2. Wewenang rapat kepengurusan adalah mengatur dan menetapkan lebih lanjut mengenai tata tertib kebijaksanaan kepengurusan.

BAB VIII

TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS

Pasal 19

Tugas dan Tanggungjawab MPO

Tugas dan tanggungjawab MPO terdiri dari :

1. Memberikan pembinaan, usul dan saran kepada DPP baik diminta maupun tidak diminta mengenai kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan hal-hal strategis lainnya yang berpengaruh terhadap kemajuan ataupun mengakibatkan kemunduran terhadap organisasi.
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya kepengurusan organisasi yang dilaksanakan oleh DPP.
3. Dalam hal-hal khusus setelah memperoleh mandate dari DPP, MPO dapat mewakili kepentingan organisasi.

Pasal 20

Tugas dan Tanggungjawab DPP

Tugas dan tanggungjawab DPP terdiri dari :

1. Melaksanakan keputusan MUBES dan memimpin kegiatan organisasi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
2. Menyusun dan melaksanakan program kegiatan organisasi.
3. Mengadakan kerjasama dan melaksanakan koordinasi/konsultasi secara berkala dan atau sewaktu-waktu dengan Manajemen Perusahaan.
4. Memberikan laporan dan pertanggungjawaban kepada MUBES tentang kegiatan organisasi.
5. Melaksanakan pembinaan kepada DPW dan DPD tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi.

Pasal 21

Tugas dan Tanggungjawab DPW

Tugas dan tanggungjawab DPW terdiri dari :

1. Melaksanakan keputusan MUSWIL dan memimpin kegiatan organisasi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
2. Mengadakan kerjasama dan melaksanakan koordinasi/konsultasi secara berkala dan atau sewaktu-waktu dengan Manajemen Perusahaan.
3. Memberikan laporan dan pertanggungjawaban kepada MUSWIL tentang kegiatan organisasi.
4. Melaksanakan pembinaan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi.
5. Menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi pada tingkat daerah yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 22

Tugas dan Tanggungjawab DPD

Tugas dan tanggungjawab DPD terdiri dari :

1. Melaksanakan keputusan MUSDA dan memimpin kegiatan organisasi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
2. Mengadakan kerjasama dan melaksanakan koordinasi/konsultasi secara berkala dan atau sewaktu-waktu dengan Manajemen Perusahaan.
3. Memberikan laporan dan pertanggungjawaban kepada MUSDA tentang kegiatan organisasi.
4. Melaksanakan pembinaan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi.
5. Menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi pada tingkat daerah yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 23

Wewenang DPP

1. DPP berwenang menjalankan tugas-tugas khusus yang bersifat strategis setelah melakukan musyawarah dengan DPW.
2. Pengurus berwenang menandatangani peraturan-peraturan dan atau perjanjian kerja bersama dengan Pengurus Perusahaan Perum Perhutani atau Direksi Perusahaan Perum Perhutani serta hal-hal lain yang menguntungkan karyawan dan Perhutani.

Pasal 24

Wewenang DPW

1. DPW berwenang menjalankan tugas-tugas khusus yang bersifat strategis setelah melakukan musyawarah dengan DPD

Pasal 25

Wewenang DPD

1. DPD berwenang menjalankan tugas-tugas khusus yang bersifat strategis setelah melakukan musyawarah dengan anggota atau DPC

BAB IX

PEMBERHENTIAN DARI ORGANISASI DAN ATURAN DISIPLIN

Pasal 26

Pemberhentian

Berhenti menjadi anggota dan atau berhenti dari jabatan pengurus SEKAR PERHUTANI dapat terjadi karena :

1. Permintaan sendiri
2. Meninggal dunia
3. Tindakan indisipliner
4. Berhenti menjadi karyawan

Pasal 27

Sanksi Tindakan Indisipliner

Sanksi tindakan indisipliner dijalankan melalui tahapan :

1. Tegusan lisan
2. Teguran tertulis : ke I, II
3. Scorsing selama 6 (enam) bulan
4. Pemberhentian


Pasal 28

Pembelaan

1. Anggota dan pengurus yang dikenai tindakan indisipliner berhak melakukan pembelaan diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pembelaan diri untuk pemberhentian di dalam sidang-sidang organisasi menurut jenjang organisasi masing-masing.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Keadaan Darurat

1. Bilamana timbul suatu keadaan membahayakan persatuan dan kesatuan terhadap kehidupan SEKAR PERHUTANI maka ketua dapat menyatakan terjadinya keadaan darurat.
2. Dalam keadaan darurat maka pengurus dapat melakukan sidang organisasi Luar Biasa dan berhak mengambil keputusan yang mengikat.

Pasal 30

Hal-hal yang belum diatur didalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur melalui peraturan organisasi dan keputusan-keputusan organisasi SEKAR PERHUTANI.

Pasal 31

Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI : MADIUN

PADA TANGGAL : 6 MARET 2007

1. Pimpinan Sidang I : Andi Adrian Hidayat ……………………………

2. Pimpinan Sidang II : Amas Wijaya ……………………………

3. Pimpinan Sidang III : Yuri Yuriana ……………………………

Taken From : http://www.mahonionline.wordpress.com

Senin, Maret 09, 2009

Pencanangan Peningkatan Produksi dan Mutu Getah Tahun 2009



Getah adalah merupakan salah satu hasil produksi dari pohon Pinus dan Damar saat ini merupakan sumber pendapatan yang cukup menguntungkan bagi Perum Perhutani.
Disamping biaya exploritasnya yang relatif tidak tinggi, harga jual Getah Pinus dan Kopal cukup menjanjikan, dan itu perlu di jaga dari segi kualitas Getah,maupun segi kuantitasnya.
Dalam mensikapi situasi tersebut belum lama ini bertempat di Rumah Dinas RPH Mandirancan BKPH Kebasen, telah di laksanakan Pencanangan Peningakatan Produksi dan Mutu Getah tahun 2009.
Dalam pelaksanaanya di hadiri oleh Kepala Biro Produksi SDH Unit I Jateng Ir. Soetomo, Administratur/KKPH Banyumas Timur Ir. Subroto Widyatmoko,Wakil Administratur Ir. Teguh Jati Waluyo, Kasi PSDH Untoro Tri Kurniawan, SHut, KSS sederajat, Asper, KRPH, dan perwakilan mandor TPG dan Sadap sewilayah KPH Banyumas Timur.
Acara tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2009 yang lalu,meliputi pembekalan teori dan pensortiran mutu getah Kopal dengan mesin penyaring.
Kepala Biro Produksi SDH Unit I Jateng Ir. Soetomo dalam sambutanya mengatakan bahwa dengan kondisi perusahaan yang kurang baik dan andalan saat ini adalah kayu yang sedang turun, kami menghimbau kepada seluruh Pimpinan KPH agar kita lebih jeli melihat potensi sumber daya lainnya dengan di dukung oleh KTU dari segi anggarannya.
Oleh karena itu menggungah kita jangan hanya menunggu hasil dari tanaman jati JPP tahun 2002.
Sedangkan Administratur /KKPH Banyumas Timur Ir. Subroto Widyatmoko dalam arahanya mengajak kepada semua jajaran mulai dari penyadap s/d Asper selaku petugas lapangan, untuk selalu bisa menggali dan meningkatkan prosuksi Getah Pinus dan Kopal dengan menjaga kuantitas dan juga kuantitasnya.
Selain itu untuk menunjang keberhasilan atau target getah, masing- masing petugas di lapangan agar akan lebih semangat lagi dalam bekerja dan juga menjaga kualitas mutu Getah Pinus dan Kopal akan lebih meningkat ( tercapai di tahun 2009 ) dan perlu di ketahui di samping penghasilan Kayu dan Getah KPH Banyumas Timur telah melakukan upaya – upaya seperti penggalian potensi seperti Air,Wisata dll. (Created By.P4T0R4J1)